Inilah Misi Indonesia dalam OOC 2018
Inilah Misi Indonesia dalam OOC 2018 |
Susi khawatir komitmen yang dibangun tentang keberlanjutan laut tidak berdasarkan kesepakatan bersama (common platform) sebagai respons permasalahan pokok yang sedang dihadapi. Alasannya, solusi sepihak tidak berdampak pada perbaikan kondisi laut dunia.
“Common platform ini akan menjadi basis pengembangan komitmen supaya mekanisme penilaian perkembangan, tingkat kesuksesan, dan dampak sehingga kekhawatiran komitmen hanya sebatas di atas kertas dapat dihindari,” kata Susi dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (26/6).
Pernyataan disampaikan dalam panel tingkat tinggi 13 negara maritim di Norwegia, dengan penguasaan luas laut 261.544 kilometer dari total panjang pantai di dunia 356.000 kilometer. Perwakilan yang datang selain Indonesia dan Norwegia adalah Jepang, Australia, Portugal, Meksiko, Palau, Fiji, Chile, dan Namibia.
Dalam pertemuan itu, Menteri Susi turut membahas sejumlah isu komperehensif kelautan seperti persoalan tata kelola laut bebas, hak laut, pengembangan wilayah kawasan lindung di laut, kejahatan perikanan lintas negara yang terorganisir. Susi menilai pentingnya common platform ini agar dapat dijadikan dasar pengembangan komitmen di tingkat global, nasional maupun regional untuk menyelamatkan laut dunia.
OOC bisa menjadi basis pertemuan tingkat tinggi yang berkemampuan membangun common platform dan rencana implementasi dalam membangun ekonomi kelautan yang berkelanjutan. darin sekitar empat kali OOC yang diselenggarakan, telah diidentifikasi 663 komitmen.
Susi mengungkapkan dalam forum sherpa tersebut dirinya juga mengangkat mengenai perlunya perangkat monitoring dan evaluasi terhadap komitmen komitmen negara dan non negara tentang kemajuan (progress), keberhasilan (success), dan dampak perubahan kondisi (impact). Uni-Eropa, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) akan merealisasikan gagasan pada bulan depan.
Dia juga menekankan agar transshipment bisa dilarang. “Banyak tindak pidana penyelundupan dan kejahatan lainnya terjadi di laut lepas ini karena tidak ada larangan melakukan transhipment,” ujar Susi.
Sebab, perjanjian internasional Port State Measures Agreement (PSMA) sebagai perangkat hukum internasional tidak dapat berjalan efektif karena banyak kapal ikan justru tidak bersandar di pelabuhan. Alhasil, PSMA tidak terlalu memberikan manfaat bagi negara pelabuhan dalam mencegah penangkapan ikan ilegal.
Sementara itu, Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg menjelaskan SDGs harus dijalankan secara bersamaan. Susi pun menyampaikan terima kasih dalam kerja sama pemberantasan kejahatan lintas batas terorganisir di bidang perikanan.
No comments