• Breaking News

    Pembangunan Infrastruktur Transportasi Tiga Tahun Jokowi



    Tidak terasa, pada 20 Oktober 2017, Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) genap memimpin Indonesia selama tiga tahun. Berbagai pencapaian kinerja telah dihasilkan dengan cukup baik, tak terkecuali di sektor perhubungan. Hal ini tentunya berkat kerja sama dengan para menteri di kabinet kerja serta dukungan masyarakat Indonesia.
    Salah satu terobosan yang bisa dirasakan masyarakat adalah prioritas pembangunan transportasi untuk wilayah-wilayah terdepan, terisolasi, dan rawan bencana. Langkah ini dijalankan Jokowi-JK dibantu Menteri Perhubungan agar ketersediaan bahan pokok tetap terjaga sehingga dapat menekan disparitas harga. Tidak hanya itu, Jokowi-JK juga tetap fokus untuk mewujudkan program, seperti jalan tol laut dan pembangunan bandara-bandara baru.
    Sebagai bagian dari Kabinet Kerja Jokowi-JK, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan Kementerian yang dipimpinnya tetap berupaya mendukung program kerja Jokowi-JK, dalam mewujudkan pemerataan dan mengurangi ketimpangan serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. “Negara dengan pembangunan perekonomian yang baik tentu mempunyai pendapatan yang meningkat, pertumbuhan ekonomi yang lancar, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jadi, semua yang dilakukan di Kementerian Perhubungan ini juga adalah untuk mewujudkan konektivitas, pemerataan kesejahteraan, dan ekonomi yang berkeadilan,” ujarnya.


    Untuk mewujudkan impian itu, pembangunan infrastruktur transportasi memegang peran strategis sebagai penghubung distribusi ekonomi, politik, dan sosial budaya. “Karena tanpa adanya sarana dan prasarana transportasi yang baik dan memadai, maka pembangunan perekonomian dapat terhambat,” katanya.
    Hal itu dikarenakan keberadaan transportasi mampu memperkuat, memajukan, dan membuka kesempatan ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di daerah terdepan, terisolasi, dan rawan bencana. Selain itu, transportasi juga bisa meningkatkan konektivitas nasional antara Indonesia Bagian Barat, Indonesia Bagian Tengah, dan Indonesia Bagian Timur, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas transportasi nasional.
    Untuk tujuan itu, selama tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Kementerian Perhubungan sudah membangun bandar udara (bandara) baru dan merehabilitasi bandara yang ada di daerah pedalaman dan terpencil. Langkah ini tentunya untuk memacu potensi dan berkembangnya simpul-simpul ekonomi, meningkatkan aksesibilitas daerah-daerah tujuan wisata, serta meningkatkan distribusi produk dan jasa.
    Bukti kerja nyata Kementerian Perhubungan pun telah diwujudkan dengan membangun 15 bandara baru. Di antaranya, Bandara Tambelan-Tambelan, Letung-Anambas, Tebelian-Sintang, Muara Teweh-Barito Utara, Samarinda Baru-Samarinda, Maratua-Berau, Miangas-Kepulauan Talaud, Siau-Kepulauan Siau, Kertajati-Majalengka, Buntu Kunik-Tanah Toraja, Morowali-Morowali, Namniwel-Buru, Kabir atau Pantar-Alor, Werur-Tambrauw, dan Koroway Batu-Boven Digoel.
    Bandara Miangas di Kepulauan Talaud, misalnya, merupakan bandara yang langsung diresmikan Presiden Jokowi didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Pembangunan bandara ini merupakan perwujudan dari program Nawa Cita untuk membangun Indonesia dari pinggiran. “Beberapa teman di Miangas mengatakan dengan adanya bandara di Miangas, membuat mereka bersemangat berkehidupan, berekonomi, dan produktivitas meningkat. Saya pikir inilah bentuk keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah di wilayah-wilayah pinggiran,” ucapnya.

    Petrus Mambu, nelayan Miangas, mengatakan bandara ini menjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat Miangas terhadap transportasi. Bandara ini memudahkan masyarakat untuk bepergian ke daerah-daerah lain di Indonesia. Hal serupa disampaikan tokoh masyarakat Miangas Hibor Arunda’a. “Kehadiran bandara Miangas memberikan dampak yang baik dan mengubah dinamika kehidupan masyarakat di Miangas,” tuturnya.

    Menurut Hibor, kini masyarakat tak hanya mengandalkan kapal perintis, tapi juga tersedia pesawat terbang untuk transportasi sehari-hari. Ia berharap jumlah frekuensi penerbangan dari dan ke Miangas ditambah. Karena saat ini penerbangan maskapai Wings Air yang melayani penerbangan ke Miangas hanya satu kali seminggu. “Mereka beli kopra, lalu dipasarkan di Bitung atau Tahuna. Kopra ini dimuat dengan kapal perintis, kemudian mereka terbang menggunakan pesawat ke Manado. Mereka jemput kopra, lalu uangnya dibelanjakan sembako untuk kebutuhan di Miangas. Setelah itu, mereka kembali ke Miangas menggunakan kapal perintis karena membawa barang,” ujarnya.

    Tidak hanya itu, pembangunan infrastruktur transportasi yang dikerjakan Kementerian Perhubungan juga terbukti mampu menjaga ketersediaan bahan pokok dan menurunkan disparitas harga. Hal ini pun dirasakan masyarakat Ilaga di Kabupaten Puncak, Papua. Berkat pembangunan Bandara Ilaga, masyarakat merasakan penurunan harga semen sebesar 50 persen dan harga bahan bakar minyak (BBM).

    “Papua itu daerah terjauh dan sulit dijangkau. Harga BBM di sana Rp 50 ribu per liter, tapi kalau lagi langka harga BBM bisa Rp 100 ribu per liter. Karena itu, pemerintah melakukan kebijakan BBM satu harga. Sekarang BBM bisa dijangkau dengan harga Rp 6.500 per liter. Selanjutnya, pemerintah masih terus berupaya agar selain harga BBM, harga bahan pokok juga menurun,” katanya.

    Bupati Puncak Jaya, Papua, Willem Wandik pun merasakan kehadiran negara melalui pemerintah pusat. “Mulai sekarang sudah ada pemerintah pusat, dalam hal ini perhubungan, sudah memerhatikan bandara di sana. Tadinya ekonomi masih mahal dan akhirnya semakin banyak transportasi, pesawat semakin banyak masuk. Satu hari saja 30 hingga 40 (pesawat) kali masuk sehingga roda pemerintahan, ekonomi semakin naik, dan Puji Tuhan harga mulai semakin turun,” ucapnya.

    Selain itu, Kementerian Perhubungan juga mempunyai program unggulan jalan tol laut dengan rute yang dapat mempermudah dan mempercepat proses distribusi kebutuhan pokok. Berdasarkan hasil kajian, program ini telah mampu menurunkan disparitas harga produk-produk dan komoditas yang berbeda antara wilayah Indonesia Barat dan Timur.

    Penurunan disparitas harga ini sudah dirasakan masyarakat di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Sejak ada jalan tol laut, harga barang di daerah tersebut mengalami penurunan sebesar 10-20 persen. Sesuai dengan data dari Kementerian Perdagangan, harga semen sebesar Rp 55 ribu pada Agustus 2016 mengalami penurunan sebanyak 14 persen menjadi Rp 47.500 pada Juni 2017. Bahan pokok seperti beras pun turut mengalami penurunan dari harga Rp 14 ribu pada Agustus 2016 menjadi Rp 10.500 pada Mei 2017.

    Pembangunan infrastruktur transportasi ini menjadi pijakan perekonomian Indonesia agar mampu mencapai puncak kejayaannya dengan menjadi negara ekonomi terbesar ke-4 di dunia pada 2045.

    No comments

    iklan

    TesTer